Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Novel 2027/2028 : Rindu Ibu

Novel 2027/2028 : Rindu Ibu - Akhir-akhir ini saya terlalu banyak berfikir tentang menulis karya, karena keseringan berfikir keras jadi waktunya habis untuk berfikir, hingga produktifitas tulisan menjadi turun karena hanya sebatas berfikir, banyak ketakukan dalam hati apa yang ditulis tidak disukai, semua memang sedikit berubah setelah hobby menjadi profesi, tetapi itu tidak akan terjadi setelah semua tersadar bahwa saya sudah banyak kehilangan kesempatan untuk menulis.
 
Ingin seperti dulu, menulis saja tidak terlau berfikir tentang apa yang ditulis tidak terlalu berfikir bagus atau jelek tulisan, hanya berfikir untuk berbagi sebuah pengalaman, selain itu sistem dunia teknologi informasi yang bergeser membuat orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari hiburan melalui platform tertentu seperti sosial media maupun aplikasi.
 

Tetapi saya meyakini satu hal manusia terlahir berbeda-beda dengan berbagai kecerdasan dimana masih ada yang mencari konten segar melalui mesin pencarian untuk sekedar mencari hiburan atau bahan bacaan, sudah lama rasanya tidak menulis Novel, sempat berencana menulis buku, tetapi karena ada kendala beberapa file yang tersimpan hilang karena laptop lama rusak. Sekitar 200 halaman draf novel yang siap di cetak hilang bersama teknologi tersebut.
 
Saya akan mencoba untuk move on meski sulit dan mengingat kembali apa yang pernah ditulis menceritakan setiap halaman dimulai dari dibuat tulisan ini bulan puasa Ramadhan yang sangat berarti bagi hidup ini, mengingatkan pada sosok seorang Ibu, sejak kecil mengenal puasa sampai saat ini dewasa tidak pernah satu kali pun saya melihat Ibu makan di depan anak-anak.
 
Bahkan setelah dewasa dan bekeluarga saat ini barulah saya mengerti ternyata wanita itu ada fase dimana tidak bisa berpuasa selama bulan Ramadhan. Diusia 32 tahun ini baru mengerti betapa hebatnya Ibu yang bisa menutupi kalau dia tidak puasa, tidak pernah terlihat satu kali pun beliau makan di depan kami saat puasa.
 
Seketika saya menerenung dalam hati ketika tanpa sengaja Istri kepergok anak sedang makan karena saat itu tidak berpuasa, sontak anak kami yang berusia 6 tahun protes kepada Bunda kanapa makan saat berpuasa, padahal sang Istri memang sedang berhalangan untuk puasa.
 
Kami baru menikah sekitar 8 tahun yang lalu belum lama tetapi kebiasaan baik yang dilakukan Ibu dulu tidak bisa kami terapkan saat ini, selama hampir 32 tahun Ibu dapat menyembunyikan semuanya hanya terlihat saat kami berbuka, beliau terlihat buka dan begitu juga saat sahur, dulu kami merasa Ibu berpuasa full satu bulan penuh.
 
Tidak pernah tau siklus halaman yang mengharuskan seorang perempuan tidak boleh berpuasa, bahkan saat kami beranjak dewasa kami merasa mungkin Ibu sudah masuk masa tua hingga tidak lagi berhalangan dan bisa full satu bulan penuh.
 
Betapa hebatnya seorang Ibu yang dapat memberikan contoh yang baik untuk anak-anaknya hingga dewasa, bahkan nampaknya sulit ditiru oleh Istri ku sendiri. Cara mendidik yang sangat luar biasa ini akan menjadi kenangan yang sangat berharga meski kecil akan sangat membekas pada kehidupan. Meski kami tinggal jauh di perantauan, di moment satu tahun sekali seperti lebaran memutuskan untuk mudik.
 
Hanya dapat dirasakan satu tahun sekali kerinduan ini memang dinanti karena akan ketemu orang tua setelah hidup jauh diperantuan,  Setiap ketemu orang tua kebiasaan saya selalu berusaha untuk membuat orang tua ketawa dengan membuat lelucon kecil yang mampu menghapus sedikit lelah di wajah mereka.

Meski kadang aku sadar bahwa lelucon yang aku ceritakan atau gaya konyol yang dibuat tidak pantas dengan usia saat ini yang sudah tidak lagi anak-anak seperti dulu, nampak terlihat raut wajah Ibu tersenyum lembut sembari menatap kearah kami. Bagi ku bisa melihat Ibu tersenyum saja sudah sangat bahagia.

Tertawa/Senyum memang bukan hal spesial, tetapi bagi keluarga kami yang hidup dalam kehidupan yang tidak mudah penuh kesulitan, dan banyak sekali kekurangan hidup, bisa tersenyum lepas dalam keadaan sulit akan sangat berarti, karena hanya ada 1 moment bahagia selama 12 bulan dan sisanya penuh dengan perjuangan.

Tidak seperti tahun sebelumnya nampaknya tahun ini saya dan keluarga kecil akan sedikit terlambat mudik karena alasan waktu libur dan cuti lebih sedikit ditambah dengan tiket yang sudah habis mengharuskan mempersiapkan diri dalam war tiket di beberapa pelabuhan, bandara, bahkan di stasiun. Namun semua itu tidak menyurutkan niat saya bertemu orang tua.

Meski telat namun saya bisa pulang, segera menuju ke tempat Ibu saya berada dan sedikit bercerita, biasanya sembari beliau duduk di depan televisi usangnya aku sembari membaringkan kepala di pangkuan Ibu, sembari bercerita kepada beliau, "Bu ternyata kehidupan setelah menikah terasa sangat berat ya bu" Musuh terbesar dalam kehidupan rumah tangga adalah ego yang ada dalam diri.

Tantangan datang bukan hanya dari anak tetapi pasangan yang memiliki pemikiran yang tidak sejalan dengan apa yang saya rencanakan membuat banyak sekali renca yang sudah dipersiapkan dengan matang berakhir tidak sesuai rencana. Tidak jarang lelah nya mencari nafkah belum hilang ditambah dengan harus mengurus keduanya dirumah.

"Tidak seperti diri mu Bu, yang mandiri dan tangguh, Istri ku yang manja dan sedikit kekanak-kanakan membuat ku sering kesal" meski dia lebih tua secara usia tetapi tidak dengan pikiran dan perilaku, aku dihadapkan dengan dua orang yang tidak jauh berbeda, satunya ingin segera dewasa satunya tidak mau terburu-buru menjadi dewasa".

Saya belum bisa mengenalika ego sepenuhnya terkadang tetap tidak mau mengalah, kini baru sadar apa artinya mengalah dalam keadaan benar, tetapi aku baru ketemu pasangan 8 tahun, tidak mungkin merubah prinsip yang sering kau tanamkan hingga kami dewasa 32 tahun prinsip itu mengakar dan tetap teguh dalam pendirian bahwa kita harus jujur dengan hati dan jika benar tidak perlu ragu mengungkapkan nya meski menyakitkan.

Tetapi itu tidak akan berhasil pada kehidupan rumah tangga kami Bu, karena dia (Istriku) nampaknya kebalikan dari perilaku dan kebiasaan kita dirumah, aku seringkali marah dan kesal sendiri, memang seharusnya aku harus bisa mengalah dan menerima semua meski tidak sesuai dengan apa yang pernah Ibu ajarkan.

Beliau nampak dengan seksama dan serius mendengarkan cerita ini, meski tidak ada tanggapan, lalu aku melanjutkan cerita sedikit bahwa cucu mu sekarang sudah tumbuh besar, dia (Anak Ku) tidak mirip dengan ku yang semasa sekola nakal dan bandel serta agak malas, Dia lebih mirip Ibunya yang rapi, pintar dan rajin sekolah, bahkan berprestasi.

Tetapi apa yang pernah Ibu ajarkan kepada ku akan ku wariskan kepada dia, akan memberikan warisan hanya berupa ilmu, dan satu persatu apa yang kita cita-citakan dulu yang sempat ditulis dan ditempel di dinding kamar ketika libur kuliah dulu perlahan terwujud. Dimana aku ingin bekerja sebagai penemu, tidak diatur dan bebas tidak ada yang membatasi, memiliki perusahaan sendiri meski hanya mana dan terakhir beberapa rumah kecil sebelum usia 30 tahun.

Saat ini juga aku sedang melanjutkan pendidikan profesi dan Insyah Allah tahun depan bisa menjadi pekerja profesional yang pernah Ibu sampaikan dulu, meski dengan perjuangan penuh dengan luka dan darah semua bisa dilalui, sama seperti kata mu dulu, terkadang kita hanya perlu bertahan selama mungkin dalam menghadapi badai, karena akan ada waktu badai itu akan berlalu sendiri.

Semua aku jalani sedang baik sesuai dengan nasehat Mu Bu, Hanya saja kenapa kau diam saja apakah Ibu tidak suka atau ada hal yang membuat mu sedih Bu, jika memang apa yang saya jalani saat ini benar coba berikan sepatah kata agar aku tidak salah ambil jalan atau keputusan.
 
Kini aku berada pada satu kondisi dimana aku merasa bingung untuk menentukan pilihan, sebelumnya saya sudah pernah mencoba namun kenyataannya salah, saya takut kesalahan itu terulang. Sama seperti biasa beliau hanya terdiam tidak ada satu patah kata pun, yang terlihat hanya ada satu tempat peristirahatan terakhir dipenuhi dengan corak hitam bertuliskan dan Ibunda tercinta.
 
Beliau tidak sedang diam tetapi tidak akan mampu lagi berbicara karena semua sudah berakhir, tanpa terasa 6 tahun lamanya Ibu sudah meninggalkan ku sendiri, setiap pulang kampus satu tahun sekali saya selalu menyempatkan ziarah dengan bercerita meski tidak lagi ada yang mendengarkan cerita ini, tetapi itu sudah saya lakukan sejak pertama kali ditinggalkan.
 
Sebagai seorang anak laki-laki yang sangat dekat dengan Ibu, hati ini terasa tinggal setengah tidak ada canda tawa, suara tegas mu marah jika saya berubuat salah, panggilan jeritan dari jauh yang menyuruh ku pulang karena hari sudah malam, bahkan setiap menunggu saya pulang ketika keluar malam. Rasa sendiri ini terasa sangat hampa.
 
Kekosangan dalam hati ini tidak bisa diisi dengan adanya anak dan Istri, Aku benar-benar Rindu pada Bu, jika kau masih ada pasti kesenangan ini kita rasakan bersama, meski kehidupan kami saat ini tidak mudah tetapi sudah jauh lebih baik dari dulu, Ibu hanya menemani kami saat waktu sulit ketika masa itu berganti Ibu malah ikut pergi dan tidak akan pernah kembali.
 
Entah bagaimana rasanya mengobati rindu ini Bu, bahkan aku takut jika air mata ku jatuh dilihat oleh anak dan Istri membuat mereka juga sedih, bahkan untuk menangis saja aku diam-diam seperti apa yang Ibu katakan "Aku tidak pernah menunjukan tetas air mata ini pada pasangan dan anak ku karena aku tau bahwa kesedihan ku akan melukai mereka".
 
Aku tidak sedih Bu hanya rindu pada mu, dan tidak tau caranya untuk mengobati rindu itu . . . . 

Luka yang tidak akan pernah sembuh adalah luka ketika seseorang ditinggalkan orang tua untuk selamanya, luka hanya bisa digantikan bukan sembuh, sayangnya orang tua tidak ada gantinya. Alfatiha Untuk Ibu semoga engkau tenang disana.

Dari Anak Mu Yang Rindu . . . .